Menjadi keren masih dikejar atau menerima jadi biasa?

Menjadi "keren" rasanya sudah naluri, apalagi dikasih pasangan hidup yang pick me 🤪 wkwk

Karena ternyata.. terlihat keren buat orang lain ga harus punya prestasi akbar, fisik rupawan dan duit miliaran. Terlihat beda dan nyeleneh saja cukup! 



Kalau jaman gadis terlihat keren karena jadi mapala, bolang keliling Jawa, dan punya kenalan se Indonesia.

Kalau sekarang terlihat keren sebagai keluarga yang chill banget dan asik hidupnya. Kitu ceunah kata orang-orang menilai kita, apalagi setelah nekat ngabisin tabungan traveling sekeluarga ke 3 negara.

Keren sih emang..

Gatau aja kita disana "meurih", beli makanan ditahan tahan cari yg paling murah, saling menyakiti berantem karena ingin masuk atraksi, kedinginan dan sakit badan bermalam dilantai.

Kayanya dulu saat kuliah baik aku dan suami harusnya jangan ambil jurnalistik, tapi humas alias hubungan masyarakat, karena meromantisasi hidup sangat berbakat 🤣

Seperti saat kekurangan dan cuma punya vespa. Bisa bisanya jadi seolah-olah pilihan hidup kita yg sederhana, padahal ya emang kita susah aja 🤭

Maunya kita ya jelas kaya raya, minimal naik mobil gagah kaya fortuner dari toyota.


Sebenarnya sih sebuah citra yang sia-sia...

Sematan keluarga keren itu datangnya dari orang yang ga dekat.

Karena buat keluarga...

Pasangan pemalas jadi gelar yang melekat 😅


Pun untuk diri..

merasa gada keren-kerennya,

Karena yang dilakukan belum kucatat prestasi, hanya terlihat agak beda saja dengan org pada umumnya. Ibu rumah tangga yang agak sibuk karena merangkap jadi MUA.

Bukan segini bisa disebut keren yang dulu dibayangkan..

Harus lepas semua fasilitas dari orang tua, punya rumah, mobil dan studio untuk kerja.  Kesampean jadi jurnalis. Punya pertenakan dan green house untuk microgreens dan hidroponik. Kemudian melakukan impian klise semua umat manusia, keliling Dunia.

Tapi emang jodoh sih yaaaaa, menikah dengan orang yang sama-sama pemalas tapi banyak mau dan banyak cita-cita. Sebuah formula untuk hidup santai, tapi keinginan pelan-pelan tercapai.

Mana ternyata Suami otaknya lebih liar, tiap hari bilang pengennya tinggal di Amerika 😅 

Agak gila tapi aku sih setuju..

Hidup nyentrik ternyata jalan pintas untuk dimaklumi tidak punya pencapaian seperti seharusnya.


Lha gimana yaaa .. berat beban euy..

Punya Ibu Dosen dengan gelar akademis paling tinggi, Bapak pensiunan BUMN bergengsi, juga para adik yg kerja di perusahaan asing dengan gaji besar dan bonus bertubi.


Meanwhile, aku dengan 2 gelar sarjana...

Ya gini-gini aja, ngasuh 2 anak di rumah sambil review aneka produk, main influencer-influenceran.


Sebenarnya.. segera punya hidup yang keren harusnya bisa. Pakai power orangtua, link banyak dimana-mana.


Bakaaaal, tapi mungkin bukan sekarang..

Nunggu dulu anak-anak agak besar..

Karena saat kecil seringkali merasa terlantar akibat orangtua yg workaholic, makanya kalau sama aja kulakukan, innerchildku akan berteriak "Ahh bullshit!"

"Katanya saat kecil banyak trauma, tapi punya anak juga sama.."


Anak dipasrahkan sama ART yang belum tentu kompeten. Gadis gadis desa yg mendamba berkerja dikota. Para remaja yg ngaku-ngaku sudah dewasa.


Mereka hadir untuk bekerja tapi mementingakan kesenangan..

Bukannya ngasuh ngasih makan anak majikan, malah pintu rumah dikunci ditinggal pacaran..

 Aku dan adikku saat itu pulang sekolah kelaparan, ketiduran didepan teras rumah menunggu orang dewasa datang.


Duh bener deh, masa masa kelam 😥


Ya udah sekarang sih waktunya banyak-banyak bersyukur. Di tengah teman-teman yang rumah tangganya banyak konflik, terlilit hutang, kasus KDRT dan perselingkuhan. Rumah tanggaku masih tergolong aman, insya Allah menuju nyaman, dan semoga segera mapan. Kalau semua tercapai, keren mah sudah pasti kan 😉

Comments